Muna Barat,Kabartime.com– Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Muna Barat, La Ode Burhanudin, melontarkan kritik keras terhadap pemerintah pusat, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), terkait fokus pada rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2026. Ia menilai kebijakan ini mengabaikan masalah mendasar di daerah, yaitu honor Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang belum tuntas.
Burhanudin mengungkapkan bahwa pemerintah daerah semakin tercekik karena harus menutupi selisih anggaran yang besar untuk membayar honor PPPK. Di Muna Barat, alokasi dari pemerintah pusat hanya sekitar Rp26 miliar, sementara kebutuhan riil mencapai Rp80 hingga Rp90 miliar. Selisih hingga Rp60 miliar terpaksa diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Kalau ini dibiarkan, daerah akan kesulitan membangun atau menjalankan program pro rakyat, karena sebagian besar APBD habis hanya untuk honor,” tegas Burhanudin, Kamis (18/9).
Menurut politisi PKB ini, langkah pemerintah pusat menyiapkan formasi CPNS 2026 terkesan terburu-buru. Padahal, ribuan tenaga PPPK, baik penuh waktu maupun paruh waktu, sudah bertahun-tahun mengabdi dengan status yang belum jelas.
“Jangan hanya kejar formasi CPNS baru. Pastikan dulu PPPK yang sudah mengabdi ini sejahtera. Kalau ada formasi yang belum terisi, barulah nanti diisi dengan pegawai hasil seleksi CPNS,” ujarnya.
Ia menekankan perlunya koordinasi lintas kementerian agar hak PPPK tidak semakin terpinggirkan. Burhanudin menyoroti banyaknya PPPK paruh waktu yang merupakan tenaga honorer lama dengan masa kerja puluhan tahun.
“Harus ada koordinasi lintas kementerian. Jangan sampai PPPK, khususnya yang paruh waktu, diabaikan. Mereka ini bahkan ada yang sudah bekerja selama 20 tahun, tapi haknya belum jelas,” tandasnya.
Sebagai solusi, Burhanudin mendorong agar seluruh PPPK diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan mempertimbangkan masa pengabdian. Ia mencontohkan kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pernah mengangkat seluruh bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) menjadi ASN.
“Kalau dulu Presiden SBY bisa mengangkat semua bidan PTT jadi ASN, harusnya hal yang sama bisa dilakukan untuk PPPK penuh waktu yang sudah bekerja sekarang maupun paruh waktu,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa persoalan PPPK tidak bisa hanya ditangani Kemenkeu bersama Kemenpan-RB dan BKN. Menurutnya, pelibatan Menteri Dalam Negeri, gubernur, hingga bupati mutlak diperlukan agar beban APBD tidak semakin berat.
“Kalau semua dipaksa ditanggung APBD, rakyat yang jadi korban karena program pembangunan terhambat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Bupati Muna Barat, La Ode Darwin, juga mengungkapkan beban berat APBD akibat kebijakan pembayaran honor PPPK. Dari kebutuhan Rp80 sampai Rp90 miliar, pemerintah pusat hanya mentransfer Rp26 miliar, sementara sisanya sekitar Rp60 miliar harus ditutupi APBD.
“Itu uang rakyat. Seharusnya saya pakai untuk bikin jalan, sumur bor, drainase, atau bantuan ayam petelur. Tapi karena bapak ibu sekalian hadir, maka Rp60 miliar itu kita geser untuk gaji PPPK,” kata Darwin saat penyerahan surat keputusan dan pengambilan sumpah PPPK penuh waktu di halaman Kantor Bupati Muna Barat, Rabu (17/9).
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 sudah mengakomodasi kebutuhan tersebut. Ia bahkan menyinggung adanya pembahasan potensi penambahan transfer ke daerah sebagai bagian dari penguatan pelayanan publik.
“Anggaran untuk kementerian baru sudah diakomodasi, dan sedang dihitung potensi penambahan ke daerah. Semua keputusan ini tentu akan dibahas bersama DPR,” ujar Purbaya, Rabu (10/9).
Purbaya menegaskan bahwa kebijakan fiskal pemerintah diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi, termasuk membuka lapangan kerja di tengah meningkatnya pengangguran sarjana.
“Dalam 1 sampai 2 tahun terakhir, orang sulit mendapat pekerjaan karena ada kesalahan kebijakan moneter dan fiskal. CPNS bisa menjadi salah satu jalan keluar,” ujarnya. (Red/kabartime.com)