Oleh: La Ode Lisman
Muna Barat bukan sekadar sebuah wilayahadministratif. la adalah rumah bagi nilai-nilai luhur, adat istiadat, dan budaya yang diwariskan turun-temurun.
Dalam kearifan lokal kita, kegembiraan selalu dibingkai oleh etika, keteduhan, dan penghormatan terhadap ruang dan waktu. Kesenian tradisional seperti Karia’a, Lariangi, atau Moana adalah bentuk ekspresi yang bukan hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan mengakar dalam ruh masyarakat.
Konser musik yang digelar kemarin, meski berniat meriah, terasa berjarak dari ruh budaya kita. Musik hingar-bingar, ekspresi yang kurang sopan, hingga euforia yang melewati batas bukanlah cerminan darijati diri Muna Barat.
Apakah ini warisan yang ingin kita tunjukkan kepada generasi muda? Ataukah kita mulai lupa bahwa perayaan sejati adalah yang menghormati akar budaya dan membesarkan nilai lokal?
Bukan berarti kita menolak hiburan modern. Tetapi alangkah bijaknya jika panggung-panggung besar di momentum sakral seperti HUT kabupaten, justrumenjadi ruang untuk memuliakan identitas kita sendiri.
Budaya lokal seharusnya berada di garis depan, bukan tergeser di balik dentuman speaker.Mari kita renungkan, di mana tempat bagi para penari tradisional, pemusik lokal, dan pelestari budaya kita saat panggung hanya diramaikan oleh musik yang tak berakar di tanah ini?
Semoga ke depan, perayaan hari jadi daerah kita bukan hanya menjadi ajang hura-hura, tapi momentum membangkitkan kembali kearifan lokal—agar identitas Muna Barat tak luntur di tengah gegap gempita modernisasi.